Arus informasi yang terjadi secara deras dan masif ( dalam skala besar )
menyadarkan kita semua akan fanatisme buta yang mungkin selama ini kita
yakini. Dimasa lalu barangkali kita mengalami suatu fase dimana kita
meyakini sesuatu, tapi ternyata berkat informasi maupun pengetahuan yang
akurat, pada fase berikutnya, kita bahkan mempertanyakan kebenaran
maupun validitasnya. Informasi-informasi dan atau pengetahuan-
pengetahuan yang saling melengkapi, dengan begitu,
menggeser pengetahuan dan pendapat serta keyakinan sebelumnya pada
posisi yang lebih baik, kredibel dan faktual. Pola-pola fikir dan
keyakinan kita akan sesuatu terbentuk dari banyak faktor. Bisa karena
faktor lingkungan, bisa juga karena faktor pendekatan atau methodologi
yang digunakan, atau bisa pula semata-mata karena faktor kecenderungan.
Untuk yang disebut terakhir, kita melihat adanya orang-orang tertentu
yang jika berbicara apapun cenderung mengaiktannya pada aspek-aspek
mistik. Usut punya usut, yang bersangkutan ternyata memanglah
orang-orang yang suka / hobi / cenderung dengan dunia perdukunan.
Sejumlah orang lagi cenderung mengaitkan sesuatu dengan kesukaan
liberalnya. Buat mereka, liberalisasi adalah mehodologi yang tepat untuk
memahami dan menerapkan pesan-pesan moral suatu aturan. Contoh terakhir
ini misalnya kita bisa saksikan pada kelompok JIL ( Jaringan Islam
Liberal ) yang sangat intens memperjuangkan liberalisasi pemikiran agama
dalam berbagai hal. Sejumlah orang lagi cenderung berbicara mengenai
sesuatu selalu dengan mengaitkan pentingnya "purifikasi / pemurnian"
nilai-nilai agama dengan acapkali membid'ah-bid'ahkan banyak hal.
Produk-produk pemikiran apapun yang notabene sesungguhnya hasil dari
pemahaman manusia ( meskipun awalnya berasal dari Tuhan ), sesungguhnya
sekarang sedang dihadapkan pada seleksi alam dari berbagai macam
munculnya informasi dan pengetahuan yang semakin deras dan massif tadi.
Lebih dari 14 abad yang lalu, Ali bin Abi Tholib, sahabat Nabi yang
terkenal arif dan bijaksana memberi tahu: "Hikmah ( kebenaran, kearifan,
kebijaksanaan dan semacamnya ) adalah barang yang hilang, yang
dimanapun dia berada, haruslah kita temukan ! ". Maka masih
diperlukankah fanatisme buta ( egoisme ) terhadap kebenaran ? Tentu
saja jawaban yang ideal adalah: TIDAK ! Sekian.
Situs Tentang Jejaringan Sosila, Usaha, Berita, Artikel Membangun, Motivasi, Hiburan, Juga Disain Web"Membangun Asset Dan Menciptakan Wirausahawan Yang Mandiri"
No comments:
Post a Comment