Celoteh Pagi-89 : KETERKEKANGAN
Mirna, gadis cantik berkecukupan, bukanlah seorang pemurung. Mahasiswi salah satu Perguruan Tinggi ternama ini selain periang, juga peramah dan banyak teman. Usut punya usut, dibalik kesempurnaannya yang seperti itu, Mirna ternyata menyimpan sebuah masalah pribadi : tak bisa mewujudkan kesukaannya bermain gitar akustik di rumah, karena kedua orang tua melarang keras kepadanya. Padahal bagi Mirna, musik merupakan pilar kedua setelah agama: sesuatu yang sama-sama menjadi penyejuk hati, dapat menimbulkan empati dan sekaligus simpati, hal-hal yang sama sekali tak dipahami oleh kedua orang tuanya.
Di lain tempat, Rifki, seorang pemuda ganteng, berpenampilan keren yang acapkali jadi perhatian wanita-wanita muda, sering meluapkan canda tawa di hadapan orang banyak. Setiap hari Rifki tampak lebih sumringah dibanding pemuda-pemuda lainnya. Anak seorang pengusaha belasan pabrik tersebut memang menyukai humor sebagai media mengurangi kepenatan.
Tapi siapa sangka, dalam keadaannya yang demikian, dia suka bermurung diri di kamar rumah, menyesali takdirnya sebagai anak seorang pengusaha sukses yang teramat posesif dan protektif kepada anak semata wayangnya, yang tak lain adalah Rifki.
Kemanapun Rifki pergi, selalu saja kedua orang tuanya mengawas-awasi dengan cara membayar sejumlah orang untuk memata-matainya, yang kemudian diketahui oleh Rifki sendiri. Hidup serasa ada batasan-batasan yang mengungkung dirinya, tak ada kepuasan dan kebebasan. Apalagi untuk berkreasi dan berinovasi.
Mirna dan Rifki tak sendirian. Di berbagai tempat berbeda di seluruh belahan dunia, ada banyak "Mirna" dan "Rifki" yang lain, yang kurang lebih mendapati problem serupa : *KETERKEKANGAN*.
Bila selama ini penjara adalah LP ( Lembaga Pemasyarakatan ), maka pengekangan seperti yang terjadi pada diri Mirna dan Rifki hakikatnya juga suatu pemenjaraan. Karena hakikat penjara terletak pada tersiksanya batin, yakni : adanya hak kebebasan kita yang dibatasi ataupun bentuk-bentuk kesengsaraan batin lainnya.
Sehingga jika ada orang dipenjara di LP, tapi hatinya tidak merasa tersiksa, maka secara hakiki dia tidak dipenjara. Sebaliknya, jika ada orang bebas berkeliaran di luar LP, tapi hatinya merasa terkekang, maka sesungguhnya dia sedang merasakan penjara yang sebenarnya.
Jadi lingkungan penjara kita yang sesugguhnya adalah : *LINGKUNGAN HATI KITA YANG TERKEKANG*. Untuk itu, siapapun yang mencoba-coba memenjarakan atau mengekang hati dan hak-hak kita, siapapun dia, kita harus berusaha menghadapinya.
Bagaimana caranya ? Ingat lagi saran Penyair kondang nan progresif revolusioner, Wiji Thukul : "Hanya ada satu kata: LAWAN ! "
Sekian,-
Di lain tempat, Rifki, seorang pemuda ganteng, berpenampilan keren yang acapkali jadi perhatian wanita-wanita muda, sering meluapkan canda tawa di hadapan orang banyak. Setiap hari Rifki tampak lebih sumringah dibanding pemuda-pemuda lainnya. Anak seorang pengusaha belasan pabrik tersebut memang menyukai humor sebagai media mengurangi kepenatan.
Tapi siapa sangka, dalam keadaannya yang demikian, dia suka bermurung diri di kamar rumah, menyesali takdirnya sebagai anak seorang pengusaha sukses yang teramat posesif dan protektif kepada anak semata wayangnya, yang tak lain adalah Rifki.
Kemanapun Rifki pergi, selalu saja kedua orang tuanya mengawas-awasi dengan cara membayar sejumlah orang untuk memata-matainya, yang kemudian diketahui oleh Rifki sendiri. Hidup serasa ada batasan-batasan yang mengungkung dirinya, tak ada kepuasan dan kebebasan. Apalagi untuk berkreasi dan berinovasi.
Mirna dan Rifki tak sendirian. Di berbagai tempat berbeda di seluruh belahan dunia, ada banyak "Mirna" dan "Rifki" yang lain, yang kurang lebih mendapati problem serupa : *KETERKEKANGAN*.
Bila selama ini penjara adalah LP ( Lembaga Pemasyarakatan ), maka pengekangan seperti yang terjadi pada diri Mirna dan Rifki hakikatnya juga suatu pemenjaraan. Karena hakikat penjara terletak pada tersiksanya batin, yakni : adanya hak kebebasan kita yang dibatasi ataupun bentuk-bentuk kesengsaraan batin lainnya.
Sehingga jika ada orang dipenjara di LP, tapi hatinya tidak merasa tersiksa, maka secara hakiki dia tidak dipenjara. Sebaliknya, jika ada orang bebas berkeliaran di luar LP, tapi hatinya merasa terkekang, maka sesungguhnya dia sedang merasakan penjara yang sebenarnya.
Jadi lingkungan penjara kita yang sesugguhnya adalah : *LINGKUNGAN HATI KITA YANG TERKEKANG*. Untuk itu, siapapun yang mencoba-coba memenjarakan atau mengekang hati dan hak-hak kita, siapapun dia, kita harus berusaha menghadapinya.
Bagaimana caranya ? Ingat lagi saran Penyair kondang nan progresif revolusioner, Wiji Thukul : "Hanya ada satu kata: LAWAN ! "
Sekian,-
No comments:
Post a Comment