DUA JENIS MUBALIGH
Hati-hati, ada 2 model muballigh. Ada muballigh sejati dan ada lagi muballigh orator. Muballigh sejati berangkat dari hati nurani, sementara muballigh orator bertolak dari kalkulasi untung-rugi. Ciri-ciri keduanya pun berbeda. Yang satu menekankan pentingnya keteladanan, yang satu lagi mengunggulkan kelihaian berkata-kata. Mubaligh sejati termasuk jenis makhluk yang mulai berkurang, karena bertumpu pad gelora idealisme dan humanisme ( kemanusian ). Bukankah mulai jarang orang yang memiliki dua semangat ini ?
Di lain pihak mubaligh-muballigh orator cenderung menjamur memenuhi "syahwat" popularitas dirinya dan "syahwat" para penggemar yang sedang mengalami pubertas dini keagamaan. Tema-tema dakwah dibuat semenarik mungkin untuk meraup simpati publik / massa pendengar. Tipe muballigh seperti ini biasanya cenderung atraktif dan ja-im ( jaga imej ), dimana nilai-nilai agama dipropagandakan, dinampakkan, dan diterapkan di podium-podium Tabligh Akbar. Agama seakan komoditas perdagangan dengan pangsa pasar / market tertentu demi memperpleh keuntungan yang sebesar-besarnya, untuk kemudian pupus tanpa bekas karena miskin keramahan dan pengamalan. Turun dari podium kembali menjaga jarak dengan masyarakat bawah, memanjakan kewibawaan semu dirinya dihadapan orang banyak. Lalu bagaimana dengan uang lelah yang diterimanya ? Oooh.... itu lain masalah lagi. Uang, sepanjang diperoleh dengan tidak jahat, termasuk diantaranya pemberian ikhlas dari panitia penyelenggara, tentu kita yakin akan kehalalannya. Yang kita prihatinkan di sini adalah kesejatian mereka yang terbelah, saat mereka berada di podium dan di luar podium. Toh begitu, kita masih harus optimis, sebab muballigh-muballihg orator juga manusia biasa seperti kita semua, yang selain ada kelemahan dan kekurangannya, juga memiliki kelebihan-kelebihannya sendiri. Semoga mereka semakin menyadari peran serta mereka sebagai penyambung lidah Risalah Nabi, sehingga kemampuan mereka yang luar biasa tidak terkotori oleh kepentigan dan kenikmatan pribadi yang bersifat sesaat, demi :Di lain pihak mubaligh-muballigh orator cenderung menjamur memenuhi "syahwat" popularitas dirinya dan "syahwat" para penggemar yang sedang mengalami pubertas dini keagamaan. Tema-tema dakwah dibuat semenarik mungkin untuk meraup simpati publik / massa pendengar. Tipe muballigh seperti ini biasanya cenderung atraktif dan ja-im ( jaga imej ), dimana nilai-nilai agama dipropagandakan, dinampakkan, dan diterapkan di podium-podium Tabligh Akbar. Agama seakan komoditas perdagangan dengan pangsa pasar / market tertentu demi memperpleh keuntungan yang sebesar-besarnya, untuk kemudian pupus tanpa bekas karena miskin keramahan dan pengamalan. Turun dari podium kembali menjaga jarak dengan masyarakat bawah, memanjakan kewibawaan semu dirinya dihadapan orang banyak. Lalu bagaimana dengan uang lelah yang diterimanya ? Oooh.... itu lain masalah lagi. Uang, sepanjang diperoleh dengan tidak jahat, termasuk diantaranya pemberian ikhlas dari panitia penyelenggara, tentu kita yakin akan kehalalannya. Yang kita prihatinkan di sini adalah kesejatian mereka yang terbelah, saat mereka berada di podium dan di luar podium. Toh begitu, kita masih harus optimis, sebab muballigh-muballihg orator juga manusia biasa seperti kita semua, yang selain ada kelemahan dan kekurangannya, juga memiliki kelebihan-kelebihannya sendiri. Semoga mereka semakin menyadari peran serta mereka sebagai penyambung lidah Risalah Nabi, sehingga kemampuan mereka yang luar biasa tidak terkotori oleh kepentigan dan kenikmatan pribadi yang bersifat sesaat, demi :لاعلاء كلمات الله
, demi tegaknya kalimat-kalimat atau tegaknya agama Allah. Aamiin...
Sekian,-
No comments:
Post a Comment