Dalam bergaul atau berteman kadang adaaa... saja kawan kita yang--baik disengaja ataupun tidak--suka mendominasi / menguasai pembicaraan dan tak mengenal waktu. Sudah gitu, yang diomongin cuma itu-itu doang, plus sombongnya minta ampun. Kalau ngomong inginnya didengerin, tapi giliran orang lain yang ngomong, eh, dia cuekin. Sungguh menjenuhkan, melelahkan dan menyakitan. Sikap-sikap seperti ini bisa terjadi karena beberapa hal : trauma lama yang tak kunjung berakhir, menganggap lawan bicara pasti simpati dengan omongannya, hanya penilaian dirinyalah yang paling benar dan menganggap tak mungkin ada orang lain yang bisa mematahkan logika dirinya. Sekarang mari kita tadabburi ( renungi ) satu-persatu : 1. Trauma lama yang tak kunjung berakhir. Trauma, semakin dibayangkan dan dibicarakan akan berakibat menjadi trauma yang berlipat ganda. 2. Menganggap lawan bicara pasti simpati dengan omongannya. Orang seperti ini lupa, bahwa lawan bicara sesungguhnya sedang menerapkan etika komunikasi, yakni : mendengar dengan baik saat orang lain sedang berbicara ( jadi bukan berarti selalu membenarkan ) . 3. Hanya penilaian dirinya yang paling benar. Kurangnya wawasan memang kerapkali membuat orang menjadi sempit pandangan : penilaian dan kesimpulan lebih merujuk pada pengalaman diri sendiri yang bisa jadi sangat terbatas, tidak akurat dan tidak obyektif. 4. Menganggap tak mungkin ada orang lain yang bisa mematahkan logika dirinya. Inilah bentuk kesempitan berikutnya. Manusia yang banyak dan berbeda-beda ini pastilah juga memiliki potensi untuk merepresentasikan ( mengemukakan ) logika dirinya sendiri dalam menilai dan menyimpulkan sesuatu. Kecuali jika yang hidup di bumi ini cuma dia seorang, tak ada orang lain. Semoga kita semua sadar sesadar-sadarnya, bahwa hidup ini akan menjadi indah hanya jika kita saling memiliki optimisme, tenggang rasa dan saling menghargai. Mari kita buang jauh-jauh sifat-sifat buruk tadi. Catat, tak ada kata terlambat untuk memulai lagi kebaikan. Bila kita merasa terlambat memulai kebaikan, tak usah banyak dipikirkan, karena : MENYESAL KEMUDIAN ternyata MASIH BERGUNA. Sekian,-
Dalam bergaul atau berteman kadang adaaa... saja kawan kita yang--baik disengaja ataupun tidak--suka mendominasi / menguasai pembicaraan dan tak mengenal waktu. Sudah gitu, yang diomongin cuma itu-itu doang, plus sombongnya minta ampun. Kalau ngomong inginnya didengerin, tapi giliran orang lain yang ngomong, eh, dia cuekin. Sungguh menjenuhkan, melelahkan dan menyakitan. Sikap-sikap seperti ini bisa terjadi karena beberapa hal : trauma lama yang tak kunjung berakhir, menganggap lawan bicara pasti simpati dengan omongannya, hanya penilaian dirinyalah yang paling benar dan menganggap tak mungkin ada orang lain yang bisa mematahkan logika dirinya. Sekarang mari kita tadabburi ( renungi ) satu-persatu : 1. Trauma lama yang tak kunjung berakhir. Trauma, semakin dibayangkan dan dibicarakan akan berakibat menjadi trauma yang berlipat ganda. 2. Menganggap lawan bicara pasti simpati dengan omongannya. Orang seperti ini lupa, bahwa lawan bicara sesungguhnya sedang menerapkan etika komunikasi, yakni : mendengar dengan baik saat orang lain sedang berbicara ( jadi bukan berarti selalu membenarkan ) . 3. Hanya penilaian dirinya yang paling benar. Kurangnya wawasan memang kerapkali membuat orang menjadi sempit pandangan : penilaian dan kesimpulan lebih merujuk pada pengalaman diri sendiri yang bisa jadi sangat terbatas, tidak akurat dan tidak obyektif. 4. Menganggap tak mungkin ada orang lain yang bisa mematahkan logika dirinya. Inilah bentuk kesempitan berikutnya. Manusia yang banyak dan berbeda-beda ini pastilah juga memiliki potensi untuk merepresentasikan ( mengemukakan ) logika dirinya sendiri dalam menilai dan menyimpulkan sesuatu. Kecuali jika yang hidup di bumi ini cuma dia seorang, tak ada orang lain. Semoga kita semua sadar sesadar-sadarnya, bahwa hidup ini akan menjadi indah hanya jika kita saling memiliki optimisme, tenggang rasa dan saling menghargai. Mari kita buang jauh-jauh sifat-sifat buruk tadi. Catat, tak ada kata terlambat untuk memulai lagi kebaikan. Bila kita merasa terlambat memulai kebaikan, tak usah banyak dipikirkan, karena : MENYESAL KEMUDIAN ternyata MASIH BERGUNA. Sekian,-
No comments:
Post a Comment