Suka tapi bingung, pemuda itu itu akhirnya memberanikan diri bertanya:
"Mas kalauuu...hukumnya menonton TV tuh gimana sich ? ". Merasa bukan
sebagai Mufti ( Pemberi fatwa ), saya dengan tanpa beban berusaha
menjawab pertanyaan itu dengan cepat: "Ya hukumnya sama dengan anda
keluar rumah, terus melihat dunia yang luas ini." Masih penasaran dengan
jawaban itu, si-pemuda lanjut bertanya: "Tapi kan Mas kalauuu di TV
banyak maksiyatnya ?". Saya lalu coba jawab
dengan gaya yang tidak jauh berbeda: "Sama saja, kalau anda keluar
rumah ingin lihat yang maksiyat juga banyak. Maksiyatnya justru lebih
nyata. Yang positif banyak....yang negatifnya juga banyak. Bedanya kalau
di TV, dunia dibatasi oleh segi empat layar kaca, sementara kalau
melihat dunia nyata tidak dibatasi oleh itu, malahan lebih bebas lagi
toh ?!". Dialog berakhir sampai di situ. Tapi sinisme pemuda itu--meski
dengan gaya bertanya-- seperti belum terselesaikan. IPTEK sebagai produk
peradaban, pastilah buatan manusia yang dalam pemanfaatannya tidak
mustahil sarat dengan tarik-menarik kepentingan. Hampir semua produk
peradaban IPTEK potensial memiliki dua efek / pengaruh, pengaruh baik
dan pengaruh buruk. Tugas kita bukan mempermasalahkan kehadirannya.
Tapi bagaimana kita memanfaatkannya untuk hal-hal yang positif dan
prospektif bagi seluruh perjalanan kehidupan kita. Kelak sampailah kita
pada satu kesimpulan yang sama sebagaimana disabdakan Rasululloh bahwa
segala sesuatu memang tergantung pada niat seseorang. Niat dan
kecenderungan kitalah yang membuat kita terlarang menonton TV !,
sementara TV dengan sejumlah program yang terkandung di dalamnya adalah
fakta kehidupan sebagaimana yang juga kita lihat dalam kenyataan hidup
sehari-hari: Ada yang baik dan ada juga yang buruk. Sekian,-
Monday, September 11, 2017
Subscribe to:
Post Comments (Atom)
No comments:
Post a Comment